Hutan Mangrove Dusun Tambak Sari, Desa Bedono Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak

28 01 2015
image

Hutan mangrove dusun tambak sari

Beberapa waktu yang lalu saat saya pulang ke kota kelahiran saya yaitu Demak, saya menyempatkan untuk mengunjungi kawasan konservasi hutan mangrove Dusun Tambak Sari, Desa bedono, Kec. Sayung (setidaknya seperti itu yang tertulis di papan sepanjang jalan menuju ke lokasi). Niat saya mengunjungi hutan mangrove ini sebetulnya karena penasaran dengan beberapa postingan sedulur Warga DEMAK sebelumnya yang telah mengunjungi tempat ini. Ya penasaran karena dalam imajinasi saya, saya akan mendatangi lokasi yang asri, rindang, penuh dengan pepohonan mangrove yang rimbun, banyak bertemu dengan satwa-satwa yang tinggal di sana seperti burung bangau, biawak, binatang-binatang laut, dan lain-lain. Selain keindahan dalam imajinasi saya tersebut, saya juga berniat melihat hasil bibit mangrove yang pernah saya tanam bersama kawan-kawan Pencinta Alam SMAN 1 Demak di dekat lokasi itu sekitar dua tahun yang lalu.

image

Burung bangau di hutan mangrove tambak sari

Menjelang sore saya sampai di lokasi. Saya memarkirkan kendaraan saya di lokasi parkir yang sudah di sediakan oleh penduduk setempat dengan biaya Rp. 2000/kendaraan. Tanpa menunggu lama saya langsung menuju ke lokasi. Untuk mencapai lokasi hutan mangrove ini, kita harus berjalan kaki selama sekitar 10 menit menembus perairan dengan jalan beton yang sudah dibangun menyerupai jembatan. Ya memang lokasi ini mirip sekali dengan pulau kecil, bahkan saat ini memang sudah menjadi pulau. Tetapi sebetulnya lokasi ini dulunya adalah sebuah desa dengan pemukiman yang cukup padat dan masyarakatnya sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, akibat dari abrasi air laut yang terus menerus terjadi, maka sekarang lokasi pemukiman ini telah “tenggelam” dan hanya menyisakan pulau kecil yang dipenuhi dengan hutan mangrove. Di ujung pulau kecil ini, menghadap ke laut jawa terdapat sebuah makam seorang pemuka agama Islam yang dulunya merupakan seorang tokoh penyebar Agama Islam pada masa pasca Wali Songo yang bernama KH. Abdullah Mudzakir.

Read the rest of this entry »





“PULANG” KE 2050 MDPL

23 01 2015

Gunung Ungaran

Gunung  Ungaran mungkin tidak terlalu populer di kalangan penggiat alam bebas pada umumnya. Hal ini mungkin dikarenakan gunung ini memiliki ketinggian yang kurang dari 3000 mdpl. Gunung ungaran terletak di selatan Kota semarang pada koordinat 7,18°LS 110,33°BT meliputi beberapa wilayah yaitu Kab. Semarang, Kendal dan Ambarawa. Gunung ungaran memiliki ketinggian 2050 mdpl.

Gunung Ungaran termasuk gunung berapi berapi tipe strato. Gunung ini memiliki tiga puncak: Gendol, Botak, dan Ungaran. Puncak tertinggi adalah Ungaran.

Dari puncak gunung ini, jika memandang ke utara akan terlihat Laut Jawa sedangkan jika membalikkan badan, akan terlihat jajaran (dari kiri ke kanan) Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo dan Kendalisodo dengan Rawa Peningnya, Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, dan Gunung Perahu.

Tidak ada catatan yang jelas mengenai aktivitas gunung ini. Namun, diperkirakan gunung ini pernah meletus pada zaman kerajaan dahulu, dengan letusan yang amat dahsyat sehingga menghancurkan dua pertiga bagian puncak dari semula sehingga yang dapat dilihat sekarang adalah hanya sepertiga bagian dari gunung Ungaran berapi purba. Diperkirakan, gunung ini sedang mengalami masa tidur panjang dan sewaktu-waktu dapat aktif kembali.

Gunung Ungaran mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung.

Di lerengnya terdapat situs arkeologi berupa Candi Gedongsongo (Bahasa Jawa: gedong = gedung, songo = sembilan). Terdapat pula beberapa air terjun (curug), di antaranya Curug Semirang dan Curug Lawe. Juga terdapat gua, yang terkenal dengan nama Gua Jepang. Gua ini terletak 200 meter sebelum puncak, tepatnya di sekitar perkampungan Promasan (perkampungan para pemetik teh). Di sini terdapat pula reruntuhan bekas pemandian kuna. (Wikipedia)

image

Merbabu mengintip dari balik awan

Read the rest of this entry »